Sabtu, 03 Desember 2011

KESENJANGAN EKONOMI DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN


A. LATAR BELKANG

Besarnya kesenjangan ekonomi dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kesenjangan ekonomi. Konsep yang mengacu kepada garis kesenjangan ekonomi disebut kesenjangan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kesenjangan disebut kesenjangan absolute. Kesenjangan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kesenjangan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kesenjangan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kesenjangan absolute adalah derajat dari kesenjangan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berangkat dari judul makalah saya yaitu Kesenjangan Ekonomi di Indonesia saya dapat menarik sebuah rumusan masalah, Yaitu:

1. Apakah kesenjangan ekonomi tersebut?

2. Indikator apa sajakah yang menyebabkan kesenjangan Ekonomi?

3. Adakah solusi yang diberikan oleh pemerintah terhadap kesenjangan eknomi?

C. TINJAUAN TEORI

Dalam hal ini penulis akan mencoba membahas tentang kesenjangan ekonomi baik dari segi pengertian, indicator dan beberapa masalah tentang kesenjangan ekonomi yang menyeruap kepermukaan ekonomi di negara sejak bergulirnya orde baru sampai Cabinet Indonesia Bersatu Jilid II, sejauh mana kinerja pemerintah kita dalam menghadapi kesenjangan ekonomi yang terus berkepanjangan hingga hari ini. Inilah tinjauan teori secara singkat dari penulis.

BAB II

PEMBAHASAN TENTANG KESENJANGAN EKONOMI

A. PENGERTIAN KESENJANGAN EKONOMI

Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain. Atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Yang mana perbedaan itu kelihatan mencolok dan menimbulkan masalah dalam penanganannya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada kesenjangan sosial adalah "jarak" yang terjadi ditengah-tengah masyarakat disebabkan oleh perbedaan status sosial, maupun status ekonomi yang ada ditengah-tengah masyarakat.

B. INDIKATOR KESENJANGAN EKONOMI

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan. 0 Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.

Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.

Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.

Indonesia lewat para pemimpinya menyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada 2010 tumbuh 6,1 persen, melampaui target 5,8 persen. Nilai produk domestik bruto naik dari Rp 5.603,9 triliun pada 2009 menjadi Rp 6.422,9 triliun tahun lalu. Namun, pertumbuhan ekonomi ini menimbulkan kesenjangan di masyarakat.[1] Pasti ada masalah dan ini harus segera diselesaikan pemerintah berkuasa!

Pengamat ekonomi Yanuar Rizky di Jakarta, Senin (7/2/2011), mengatakan, kelompok masyarakat yang sangat kaya masih menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangga mereka.[2]

Sementara sektor industri berorientasi penciptaan nilai tambah penyerap lapangan kerja, yang menjadi salah satu indikator kesuksesan pertumbuhan ekonomi, justru kian melemah.

C. BEBERAPA HAL TENTANG KESENJANGAN EKONOMI

Badan Pusat Statistik dalam rilis beritanya beberapa waktu yang lalu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2010 mencapai 6.1 persen, melebihi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah yaitu sebesar 5.8 persen (walaupun pada Pemilihan Presiden Tahun 2009 lalu seorang kandidat yang memenangkannya menjanjikan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen). Selanjutnya nilai Produk Domestik Bruto atau dapat disebut sebagai nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu mengalami peningkatan menjadi Rp 6422.9 Triliun pada tahun 2010, lebih tinggi jika dibandingkan nilai Produk Domestik Bruto pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 5603.9 Triliun. Dan yang paling mencengangkan adalah pendapatan perkapita penduduk Indonesia sebesar Rp 27 juta pertahun, lebih tinggi dibandingkan pendapatan perkapita tahun 2009 yang sebesar Rp 23.9 juta pertahun Sebuah pencapaian yang cukup baik setidaknya menurut tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.[3]

Namun secara keseluruhan perlu dicermati bahwa pertumbuhan ekonomi ini bukan didorong oleh Sektor Produksi Barang yang diwakili oleh Sektor Pertanian yang hanya bertumbuh 2.9 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian hanya sebesar 3.5 persen dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 4.5 persen bandingkan dengan Sektor Jasa selain Sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta Perdagangan, Hotel dan Restoran seperti contoh diatas, Sektor Keuangan , Real Estate dan Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 5.7 persen dan Sektor Jasa Jasa yang bertumbuh sebesar 6.0 persen . Seperti banyak kita tahu bersama banyak diantara petani, nelayan dan buruh masuk dalam kategori masyarakat miskin , dengan pertumbuhan ekonomi Sektor Produksi Barang yang hanya dibawah 5 persen dan menyumbang sekitar 53 persen dari tenaga kerja secara keseluruhan ( 41 persen dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, 12 persen dari sektor industri pengolahan), maka tidaklah mengherankan bila kemiskinan dan pengangguran tidak terkurangi secara mengesankan.

Hal yang sebaliknya terjadi pada sektor jasa yang bertumbuh diatas 5 persen saat ini hanya menyerap tenaga kerja sebesar 11.5 persen. Dari berbagai fakta diatas menarik untuk ditarik benang merah bahwa kemakmuran dan penghasilan lebih besar dinikmati oleh para pelaku ekonomi pada Sektor Jasa dan hal inilah yang menjadikan kesenjangan ekonomi masih terbuka jika dibandingkan dengan pelaku atau tenaga kerja pada Sektor Pertanian, Pertambangan & Penggalian, dan Sektor Industri Pengolahan ( petani, nelayan dan buruh)

Walaupun Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai Rp 6 422.9 Triliun, dengan fakta-fakta diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa peningkatan PDB tidak dinikmati oleh masyarakat miskin. Hal ini ditunjukkan bahwa pendapatan perkapita yang naik menjadi Rp 27 juta pertahun ini banyak disumbangkan oleh orang-orang kaya. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak tahun 2008 ekonomi Indonesia berkembang karena bergairahnya pasar modal sehingga menciptakan orang-orang kaya baru. Fakta lain adalah 0.11 persen pemilik rekening menguasai hampir 49 persen dana yang ada diperbankan. Hal ini dikuatkan oleh laporan Asia Wealth Report 2010 yang mengindikasikan bahwa sebagian besar kelompok orang kaya Indonesia menyimpan aset kekayaannya dalam bentuk deposito/ tabungan, real estate, saham, reksa dana pendapatan tetap, dan investasi alternatif seperti kurs mata uang asing atau komoditas. Yang pasti kelompok orang kaya ini sebagian besar tidak menginvestasikan uangnya pada sektor-sektor produksi. Sementara itu angka kemiskinan sendiri masih simpang siur, menurut BPS warga miskin Indonesia sebesar 31 juta orang namun berdasarkan review Kompas jumlah penerima program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang tentu saja diperuntukkan bagi warga miskin adalah sebesar 76.4 juta orang, mereka adalah penduduk miskin yang dapat menggunakan fasilitas ini ketika sakit. Lantas data mana yang dapat kita jadikan rujukan? Menurut hemat saya dengan rujukan kedua data itu tetap menunjukkan kesenjangan ekonomi jika disandingkan dengan data-data diatasnya.

Kesenjangan ekonomi antar wilayahpun dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut tidak banyak berubah. Pulau Jawa memberikan kontribusi 58 persen terhadap PDB, disusul Pulau Sumatera yang memberikan kontribusi 23.1 persen, bandingkan dengan Maluku dan Papua yang hanya 2.4 persen, Sulawesi 4.6 persen dan Kalimantan sebesar 9 persen. Terlihat dengan jelas bahwa pembangunan ekonomi belumlah merata dan meyakinkan.

Kekawatiran sementara kalangan akan efek yang ditimbulkan oleh kesenjangan ekonomi ini cukup beralasan, mengingat hal ini dapat memicu kerawanan sosial, meningkatnya angka kriminalitas, bunuh diri, yang akan berdampak lebih menurunkan tingkat kesejahteraan itu sendiri bahkan hal yang lebih parah adalah disintegrasi bangsa akibat ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat. Semoga saja hal seperti tidak terjadi.

Namun semua ini kembali kepada pemerintah yang telah diberi mandat oleh rakyat mengurus negeri ini untuk menjadi lebih baik dan mencapai tujuan bangsa. Data yang disampaikan oleh BPS sebetulnya adalah peta dimana terlihat peluang-peluang untuk perbaikan dimasa yang akan datang, bahkan dapat untuk membuat cetak biru pembangunan nasional. Sebagai contoh adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan buruh. Pada zaman Orde Baru pemerintah memberikan dukungan bibit, pupuk, insektisida bahkan penyuluhan terpadu dan yang tidak ketinggalan adalah ikut mengintervensi pembelian beras petani dengan harga yang pantas, namun saat ini dengan pola penyerahan sepenuhnya kepada mekanisme pasar dan intervensi pemerintah yang semakin minimal, tampaknya akan menjadi tantangan tersendiri. Lantas bagaimana dengan peningkatan kesejahteraan buruh? Bagaimanapun juga kesejahteraan buruh sangat terkait dengan regulasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan regulasi yang terkait dengan investasi. Pada sisi pengusaha secara ektrem tentu menginginkan labor cost serendah rendahnya dengan produktifitas setinggi tingginya, pada sisi buruh tentu menginginkan agar pendapatan yang diterima tidak hanya cukup saja menghidupi keluarga namun juga berharap agar sebagian pendapatannya dapat ditabung untuk masa depannya. Keselerasan regulasi inilah yang mesti difasilitasi oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara pusat dan daerah utamanya yang terkait investasi dan ketenagakerjaan, sehingga pengusaha sebagai investor merasa nyaman berinvestasi tanpa dibayang bayangi ekonomi biaya tinggi dan pada gilirannya akan banyak yang berinvestasi di sektor produksi. Dengan kata lain tren deindustrialisasi yang tercermin pada menurunnya kontribusi industri pengolahan terhadap PDB ( 2008, industri pengolahan berperan sebesar 27.8 persen dalam PDB, lalu turun menjadi 26.4 persen pada 2009 dan 24.8 persen pada 2010) dapat dicegah dan dapat ditingkatkan lagi, mengingat peluang untuk memproduksi dan mengolah sumber daya alam menjadi barang yang mempunyai nilai lebih sangatlah besar demikian pula pasar Indonesia juga cukup luas. Jangan pernah puas menjadi pengimpor barang dan menjual hasil kekayaan alam saj tanpa diolah terlebih dulu. Potensi kekayaan hayati perairan atau laut Indonesia sangatlah besar namun kita tahu bersama, pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam kelautan utamanya perikanan masih jauh dari menjanjikan sehingga kesejahteraan nelayan tidak beranjak secara meyakinkan dari tahun ke tahun, bahkan yang memprihatinkan begitu banyak ikan-ikan di wilayah perairan Indonesia yang dicuri oleh nelayan-nelayan asing. Penguatan TNI Angkatan Laut adalah salah satu jawaban namun dukungan pemerintah pusat dan daerah yang riil untuk meningkatkan taraf hidup nelayan dengan pendekatan industri pengolahan mungkin merupakan salah satu jawaban dari sekian banyak cara. Walahualam.

Reformasi yang digulirkan sepuluh tahun lalu tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Malah, sejak reformasi digulirkan, kesenjangan ekonomi semakin melebar. Bahkan, dalam empat tahun terakhir ketimpangan ekonomi semakin melebar yang ditandai dengan penguasaan aset terkonsentrasi pada 400 keluarga terkaya.

"Jika pada akhir orde baru (angka 1996) kesenjangan ekonomi itu indeksnya 32 persen, maka sekarang naik menjadi 37,4 persen. Sebagai negara yang diakui memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan ASEAN, ternyata ketimpangan itu semakin melebar. Ini berarti pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam empat tahun terakhir ini hanya dinikmati golongan atas.

Menurut penulis, sekarang ini, indeks kesengsaraan lebih tinggi enam persen jika dibandingkan dengan pada tahun 1996. "Tahun 1996, indeksnya masih 13,5 persen, tetapi sekarang menjadi 19,5 persen. Jika melihat angka-angka, reformasi yang digulirkan tahun 1998 hingga saat ini setidaknya tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat,"

Ketimpangan mengenai mengurangi kesenjangan ekonomi menurut penulis, masih belum bisa diatasi dengan baik. Masih ada 15,3 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan 20 persen penduduk hampir miskin.

Penulis juga menyoroti tentang ketergantungan Indonesia terhadap utang atau pinjaman luar negeri. Berdasarkan data statistik, per kapita penduduk Indonesia telah menanggung utang Rp 11,8 juta.

Menurut Noorsy menyebutkan, ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri telah menyebabkan ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Ia pun mengutip suatu pertemuan antara ekonom dan birokrat Indonesia yang membicarakan masalah utang luar negeri ini.[4]

Kemiskian dan kesenjangan tentunya 2 hal ini saling berhubungan dan sering terjadi di negara-negara yang penduduknya masih berada pada garis kemiskinan,salah satunya indonesia.

Saat pemerintah menyampaikan kepada publik data dari BPS yang menyatakan angka kemiskinan yang pada tahun 2010 sebesar 13,33 persen dari penduduk Indonesia atau 35 juta orang miskin dari jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa.

Sebagian publik menilai bahwa pemerintah berbohong karena data tersebut tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Tokoh masyarakat dan tokoh lintas agama yang menyatakan bahwa data yang disampaikan pemerintah itu bohong.Menurut penilaian yang objektif,masih banyak penduduk indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan,dan juga tidak kena sensus.

Kesenjangan ekonomi memang sudah menjadi darah daging di negara kita.bayangkan apa yang terjadi saat banyak penduduk yang kelaparan dan sulit mencari pekerjaan,pemerintah malah mengurusi kenaikan gaji.

Harusnya pemerintah sadar betul bahwa, tugas pemerintah adalah mengurangi kesenjangan ekonomi, bukan memikirkan kepentingan diri sendiri.

Menurut penulis Inilah intrik di negara kita, seorang anggota dewan dengan mobil mewah dan segala fasilitas yang disediakan negara, namun apa kerjanya hanya 5 D, datang duduk,dengar,diam dan duit.

Lalu bandingkan dengan seorang petani yang bekerja keras menggarap sawah, belum kalau gagal panen, belum lagi kalau harga gabah tak stabil,belum lagi pupuk mahal,wah tentunya petani semakin sengsara.

Seperti kita tahu, pendapatan negara kita salah satunya dari sektor pertanian,suatu negara bisa di katakan makmur,jika pertaniaannya aman,tapi pemerintah tidak memikirkan hal itu.Belum lagi setiap tahunnya angka pengangguran terus meningkat.

Pemerintah harus mencari cara bagaimana membuka lapangan pekerjaan baru,bagaimana caranya kita dapat mengatasi keadaan pangan atau stok beras dalam negeri, bagaimana caranya memperhatikan rakyat kecil dan kalanagan bawah,bukan sibuk mengurusi kenaikan gaji agar kesenjangan ekonomi dapat diatasi dengan baik.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain. Atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Yang mana perbedaan itu kelihatan mencolok dan menimbulkan masalah dalam penanganannya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada kesenjangan sosial adalah "jarak" yang terjadi ditengah-tengah masyarakat disebabkan oleh perbedaan status sosial, maupun status ekonomi yang ada ditengah-tengah masyarakat.

Adapun indicator terjadinya kesenjangan adalah

a) Pengamat ekonomi Yanuar Rizky di Jakarta, Senin (7/2/2011), mengatakan, kelompok masyarakat yang sangat kaya masih menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangga mereka.

b) Ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan karena 0 Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.

c) Sementara sektor industri berorientasi penciptaan nilai tambah penyerap lapangan kerja, yang menjadi salah satu indikator kesuksesan pertumbuhan ekonomi, justru kian melemah. Sehingga kesenjangan semakin tinggi.

d) Nilai produk domestik bruto naik dari Rp 5.603,9 triliun pada 2009 menjadi Rp 6.422,9 triliun tahun lalu. Namun, pertumbuhan ekonomi ini menimbulkan kesenjangan di masyarakat.

Badan Pusat Statistik dalam rilis beritanya beberapa waktu yang lalu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2010 mencapai 6.1 persen, melebihi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah yaitu sebesar 5.8 persen (walaupun pada Pemilihan Presiden Tahun 2009 lalu seorang kandidat yang memenangkannya menjanjikan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen).

B. SARAN DAN KRITIK

Penulis sangat menyadari bahwa banyak kekurangan dari penulisan makalah ini maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar penulis dapat berkembang ke hal yang lebih baik sehingga mencapai tingkat kesempurnaan yang lebih baik dan matang.

DAFTAR PUSTAKA

Attanasio, Orazio, James Banks, Costas Meghir, Guglielmo Weber, 1999, Humps and Bumps in Lifetime Consumption. Journal of Business & Economic Statistics, Vol. 17,

Http://Blog.Uin-Malang.Ac.Id/Nita/2011/01/06/Kemiskinan-Dan-Kesenjangan Pendapatan/. Di Akses Tanggal 2 Desember 2011

Http://Syirinalmadani-Syirin.Blogspot.Com/2011/03/Kemiskinan-Dan-Kesenjangan-Pendapatan.Html. Di Akses Tanggal 2 Desember 2011